BENANG KUSUT per-BURUH-an
INDONESIA
Oleh : Peri
Irawan*

Mencermati aksi unjuk rasa buruh
akhir-akhir ini, baik melalui media massa cetak dan elektronik ataupun media
interaktif (internet). Tergugah rasanya saat menyaksikan teman-teman buruh yang
sedang berjuang untuk menyuarakan aspirasinya. Aksi unjuk rasa besar-besaran
baik dilakukan di Ibu Kota DKI Jakarta maupun di masing-masing daerah kantong
basis massa buruh, seperti Tangerang, Bekasi, Depok, Purwakarta, Surabaya, Sidoarjo
dan kota-kota lainnya. Dari aksi tersebut terkadang sangat disayangkan harus
ada benturan dengan aparat keamanan di lapangan. Entah karena provokasi atau
memang ada beberapa oknum buruh yang ingin aksi yang awalnya berjalan damai
menjadi ricuh dengan tujuan mendapatkan perhatian dan prioritas bagi pemangku
kekuasaan dan pemilik modal (pemerintah atau para pengusaha). Sebenarnya
mengapa dalam kurun waktu 14 tahun ini (sejak tahun 1998) aksi unjuk rasa buruh
kian meningkat? Apa yang melatarbelakanginya? Apa yang sedang diperjuangkan
kaum buruh melalui organisasi Serikat Pekerja/Buruh-nya? Mengapa mengumpulkan
massa sebesar-besarnya dan turun ke jalan, menjadi cara terefektif bagi kaum
buruh untuk menyuarakan aspirasinya?
Dari pertanyaan-pertanyaan inilah
penulis berusaha mencoba merangkum permasalahan buruh ini melalui artikel yang
diberi judul “BENANG KUSUT per-BURUH-an
INDONESIA”. Bahan artikel ini penulis dapatkan dari hasil diskusi dan obrolan
ringan dengan beberapa teman yang aktif di kepengurusan perburuhan di wilayah
Kota Tangerang diantaranya ;
Serikat Pekerja Nasional
(SPN), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Gabungan Serikat
Pekerja Merdeka Indonesia (GASPERMINDO), Kongres Aliansi Seluruh Buruh
Indonesia (KASBI), Serikat Buruh Seluruh Indonesia 1992 (SBSI92), Federasi
Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (FSPTSK) dan Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (SPSI). Dari kedekatan dengan beberapa pengurus serikat buruh/pekerja
di atas tadi, penulis bisa mengambil beberapa simpul benang kusut (permasalahan) perburuhan
di Indonesia.
SBSI 1992
Serikat Pekerja Nasional (SPN)
FSPMI
KASBI
Beberapa simpul benang
kusut atas perburuhan di Indonesia tersebut antara lain :
Pertama, UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan tidak memihak kepada kaum buruh. UU tersebut cenderung lebih condong
memihak kepada kepentingan pengusaha dan para investor. Beberapa pasal memberikan
celah hukum kepada pengusaha untuk mendominasi kaum buruh. Bahkan beberapa
serikat pekerja/buruh sepakat bahwa UU Ketenagakerjaan saat ini merupakan
bentuk produk hukum yang mencerminkan kekalahan kedaulatan negara (state
sovereignity) terhadap otoritas pemilik modal (pengusaha). Dalam hal ini negara
menyerahkan begitu saja nasib buruh sepenuhnya kepada mereka para pemilik
modal.
Kedua, dari UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, telah melahirkan beberapa ketentuan yang semakin
memasung hak-hak kaum buruh. Seperti adanya tenaga kerja kontrak, sistem kerja
outsourching, dan pengawasan penentuan upah minimun bagi kaum buruh. Dikatakan
dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 90 ayat 2 bahwa “Bagi pengusaha yang tidak
mampu membayar upah minimum sebagai mana di maksud pasal 89 dapat dilakukan penangguhan”.
Namun di lapangan tidak sedikit jumlahnya perusahaan yang menangguhkan upah
minimum sampai beberapa tahun dari waktu penangguhan yang telah diajukan, tidak
mendapatkan teguran ataupun tindakan tegas dari pemerintah dalam hal ini Dinas
Ketenagakerjaan di daerah-daerah. Pasal 89 UU No.13 tahun 2003 berisi tentang
ketentuan upah minimum baik Provinsi ataupun Kota dan kabupaten.
Ketiga,
kesejahteraan buruh yang belum cukup layak. Misalnya saja, setiap akhir tahun
kaum buruh akan berunjuk rasa meminta kenaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP)
atau Upah Minimum Kota (UMK) serta Upah Minimum Sektoral (UMSk). Tujuan utama
penyesuaian dan penentuan upah minimum adalah agar tercapainya kebutuhan hidup
layak. Dan rasanya hal ini tidak akan pernah bertemu, karena antara kepentingan
kaum buruh yang ingin mendapatkan upah yang lebih besar berbeda dengan keinginan
para pemilik modal yang menginginkan laba perusahaan sebesar-besarnya dengan
menekan biaya operasional semaksimal mungkin. Sedangkan komponen atas biaya
overhead perusahan yang masih bisa dikompromikan adalah masalah upah/gaji buruh.
Sehingga pemilik modal yang tidak bertanggung jawab akan menekan upah buruh
seminimal mungkin guna perolehan laba sebesar-besarnya. Tujuan dari aksi unjuk
rasa menuntut upah minimum ini adalah untuk menekan pemerintah agar pengusaha
bersedia memenuhi tuntutan para buruh.
Ke-empat, adanya
Serikat Buruh yang membawa misi dan dibiayai NGO negara asing. Serikat Buruh
ini biasanya dalam unjuk rasanya selalu ingin terjadi chaos (kerusuhan) dalam
setiap aksinya. Karena serikat buruh ini membawa misi negara asing dengan
tujuan utama menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif di negara Indonesia.
Jika tujuan mereka tercapai maka akhirnya para investor enggan untuk menanamkan
investasinya di Indonesia, lalu agar perusahaan dalam negeri lambat laun bangkrut
dan pindah ke luar negeri. Pihak pemilik modal dan investor akan beralasan bahwa
di Indonesia sudah tidak nyaman untuk berinvestasi lagi. Serikat buruh ini
mendapatkan pendanaan dari luar negeri dengan menjual dokumentasi kegiatan
mereka. Menurut teman-teman aktivis buruh, pihak Non Governmental Organization
(NGO) di luar negeri sana berani membayar mahal setiap aksi buruh yang di dalamnya
ada unsur melawan pemerintah, bentrokan dengan aparat keamanan dan yang menimbulkan
kericuhan.
Kelima, kaum buruh
senantiasa dieksploitasi secara politik. Baik itu oleh Parpol, LSM, bahkan oleh
organisasi serikat buruh sendiri. Ambil contoh, perpecahan buruh terhadap sikap
pro dan kontra atas diberlakukannya UU No. 24
tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan UU No. 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) antara
kelompok Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) yang pro, dengan Front Nasional
Tolak BPJS-SJSN yang kontra. Sangat jelas buruh digiring untuk masuk ranah
politik. Ada tarik-menarik kepentingan di sana. Menurut beberapa teman di
organisasi serikat buruh, apabila UU No. 24
tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berhasil disahkan
maka skemanya adalah Jamsostek, ASABRI dan TASPEN dan akan dilebur menjadi
satu. Ini berarti dana yang ada di Jamsostek sebesar Rp 125,4 Triliun, ASABRI sebesar Rp 5,8 Triliun dan
TASPEN sebesar Rp 92 Triliun pun akan dilebur menjadi satu dalam satu manajemen
BPJS.

Konon, menurut
teman-teman di serikat buruh. Saat ini saja di PT. Jamsostek sendiri ada dana
besar ‘tidak bertuan” sebanyak Rp 1,1 Triliun. Dana
sebesar ini adalah uang milik jutaan buruh yang selama bekerja diperusahaan
dibayarkan jamsosteknya, namun karena merasa repot dan kesulitan untuk
mencairkannya maka para buruh ini membiarkan saja uang mereka mengendap di PT.
Jamsostek. Namun pihak PT. Jamsostek sendiri karena terikat dengan
undang-undang tidak bisa mengunakan uang “tidak bertuan” tadi dengan semaunya.
Lama
kelamaan akhirnya hal tersebut tercium juga oleh parpol, LSM berkepentingan dan
beberapa petinggi di organisasi serikat buruh, sehingga terciptalah skema
diberlakukannya UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Dengan adanya BPJS tersebut maka dana “tidak bertuan” tadi bisa
diputihkan kembali. Manjadi uang yang sah dan berstatus, dan efek lanjutannya
akan ada kongkalikong antara parpol yang menggolkan BPJS dengan para pengurus
BPJS baru. Bayangkan jika dana sebesar Rp 1,1 Triliun tersebut berhasil diambil
oleh sebuah parpol, maka dana tersebut bisa dipakai untuk membiayai kampanye
Pileg atau Pilpres 2014 mendatang, dengan porsi Rp 32 Milliar setiap
provinsinya (saat ini provinsi di Indonesia sudah mencapai 34 provinsi). Rp 32
Milliar merupakan dana kampanye yang cukup lumayan besar untuk digunakan di
wilayah setingkat provinsi. Sungguh benang kusut yang sulit untuk bisa diurai
kembali.
Demikianlah, semoga artikel ini bisa
menginspirasi dan bermanfaat bagi para pembaca sekalian di mana pun Anda berada.
Salam Sukses Salam Pembelajar.
*)
Penulis adalah pengasuh blog di www.visionerpd.blogspot.com
Comments
Post a Comment