MENULIS 500 KATA PER HARI

Image
MEMBIASAKAN DIRI MENULIS 500 KATA PER HARI Oleh : Peri Irawan* Bagaimana caranya membiasakan diri menulis 500 kata per hari? Menurut pribadi saya untuk melakukan itu, ya cukup hanya menyediakan waktu luang dan kemudian menulis langsung menulis saja. Menulis berbagai banyak hal, kata demi kata namun tetap berprinsip runut, enak dibaca sesuai kaidah penulisan dan tata bahasa yang benar. Menulis tentang pembahasan apapun tanpa batasan, tidak perlu mempermasalahkan teknis sedari awal, karena tujuan awal kita adalah mampu menulis 500 kata per hari. Saya pun demikian saat ini mulai membiasakan diri menulis 500 kata per hari, dan ternyata semua itu membutuhkan disiplin diri dan komitmen yang kuat. Dalam prosesnya perlu semangat, ide yang mengalir dan stamina yang cukup kuat. Berbagai gagasan yang akan dituangkan dalam tulisan dan perlu dikembangkan dalam bentuk kata demi kata agar menjadi sebuah kalimat yang tersusun rapi, sehingga menjadi rangkaian sebuah tulisan. Hal

MENGHARGAI LINGKUNGAN MENJAGA NILAI KEMANUSIAAN


MENGHARGAI LINGKUNGAN
MENJAGA NILAI KEMANUSIAAN
Oleh : Peri Irawan*


Saat penulis pulang dari rumah orang tua menuju rumah tempat tinggal di Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang, penulis melihat sebuah papan peringatan yang cukup unik, dan perlu rasanya disikapi secara bijak terhadap tulisan papan peringatan tersebut. Tulisannya seperti ini ; “DILARANG BUANG SAMPAH DISINI KETAHUAN DIGEBUKIN”. Melihat tulisan tersebut nilai kemanusian penulis terusik, sehingga tulisan ini perlu dibuat agar kita diingatkan kembali bahwa saat ini rasa menghargai lingkungan di masyarakat kita sudah merosot dan nilai-nilai kemanusian pun sudah tidak lagi dijunjung tinggi.


Penulis mendokumentasikan papan peringatan tersebut untuk bahan tulisan artikel yang saat ini ada di hadapan para pembaca sekalian. Dilihat dari tulisan papan peringatan tersebut penulis ingin menyampaikan beberapa pendapat yang semoga menjadi perenungan bagi kita semua :

Pertama, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sangat minim, khususnya masyarakat daerah urban (perkotaan), sementara jumlah masyarakat di daerah urban adalah yang paling banyak bila dibandingkan dengan daerah pedesaan. Data badan PBB yang menangani masalah kependudukan (UNFPA) menunjukan bahwa ± 4 Milliar penduduk dunia tinggal di daerah urban, dari kebiasaan masyarakat yang kurang baik inilah seperti membuang sampah sembarangan/tidak pada tempatnya, membuang sampah langsung ke sungai atau ke laut menyebabkan samapah menumpuk, estetika dan keindahan lingkungan pun menjadi berkurang. Bayangkan, karena kebiasaan kurang baik yang dilakukan secara kolektif ini, mengakibatkan Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara tercinta harus menyewa 50 truk sampah jenis compactor untuk mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantar Gebang, Bekasi dengan anggaran mencapai Rp13,8 miliar per tahun. Sementara anggaran total untuk Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk tahun 2012 ini saja mencapai Rp 1,09 Triliun, hal ini hanya untuk menangani permasalahan sampah yang dibuang dan diproduksi oleh masyarakat ibu kota DKI Jakarta dalam kurun satu tahun saja. Uang yang sangat banyak ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk program-program yang mengena bagi rakyat, pendidikan dan kesehatan misalnya.

Kedua, mereduksinya nilai-nilai kemanusian, dalam hal ini rasa toleransi dan saling menghargai antar sesama. Bila kita simak isi papan peringatan tersebut, hanya karena membuang sampah tidak pada tempatnya, siapapun pelakunya, bila tertangkap tangan akan menerima konsekuensi ‘digebukin’ (dipukuli, – pen), sangat miris rasanya apabila kita menyaksikan hal tersebut.

Jika demikian adanya, apa solusi yang bisa ditawarkan atas kedua masalah tersebut? Mungkin ini sedikit solusi yang bisa penulis sarankan ;

1.           Berikan pendidikan (edukasi) kepada masyarakat, agar masyarakat menjadi lebih bijak dalam mengelola lingkungannya, peduli akan hidup sehat dan bersih, memahami konsep 3 M atau 3 R Mengurangi (Reduce), Menggunakan Kembali (Reuse) dan Mendaur Ulang Sampah (Recycle), bisa memilah antara sampah kering dan sampah basah yang bisa diolah kembali, mengajarkan untuk membuat pupuk kompos/organik.

2.         Agar kita secara individu mengaplikasikan hidup memberi dan berempati dalam kehidupan sehari-hari. Asahlah sensitifitas batin dan bukan menjadikan pola hidup bertoleransi sekedar jargon dan pemanis mulut belaka. Cobalah untuk ikut serta dan pro aktif dalam gerakan kemanusian dan cinta lingkungan hidup seperti ; ikut menjadi donor darah tetap PMI, atau menjadi anggota Satuan Siaga Bencana (SATGANA), ikut kegiatan daur ulang Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia, menjadi donatur Dompet Dhuafa, Relawan Rumah Zakat Indonesia dan lain sebagainya.

Demikianlah semoga artikel ini bisa menginspirasi dan bermanfaat bagi para pembaca sekalian di mana pun Anda berada. Salam Sukses Salam Pembelajar

*) Penulis adalah pengasuh blog di www.visionerpd.blogspot.com

Comments

Popular posts from this blog

CIRI KHAS PRIBADI UNGGUL

MUTIARA DI DALAM LUMPUR