MENGHARGAI
LINGKUNGAN
MENJAGA NILAI
KEMANUSIAAN
Oleh : Peri Irawan*
Saat penulis pulang dari rumah
orang tua menuju rumah tempat tinggal di Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang,
penulis melihat sebuah papan peringatan yang cukup unik, dan perlu rasanya disikapi
secara bijak terhadap tulisan papan peringatan tersebut. Tulisannya seperti ini
; “DILARANG BUANG SAMPAH DISINI KETAHUAN DIGEBUKIN”. Melihat tulisan tersebut
nilai kemanusian penulis terusik, sehingga tulisan ini perlu dibuat agar kita
diingatkan kembali bahwa saat ini rasa menghargai lingkungan di masyarakat kita
sudah merosot dan nilai-nilai kemanusian pun sudah tidak lagi dijunjung tinggi.
Penulis
mendokumentasikan papan peringatan tersebut untuk bahan tulisan artikel yang
saat ini ada di hadapan para pembaca sekalian. Dilihat dari tulisan papan
peringatan tersebut penulis ingin menyampaikan beberapa pendapat yang semoga
menjadi perenungan bagi kita semua :
Pertama,
kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sangat minim, khususnya masyarakat daerah
urban (perkotaan), sementara jumlah masyarakat di daerah urban adalah yang
paling banyak bila dibandingkan dengan daerah pedesaan. Data badan PBB yang menangani masalah kependudukan (UNFPA)
menunjukan bahwa ± 4 Milliar penduduk dunia tinggal di daerah urban, dari
kebiasaan masyarakat yang kurang baik inilah seperti membuang sampah
sembarangan/tidak pada tempatnya, membuang sampah langsung ke sungai atau ke
laut menyebabkan samapah menumpuk, estetika dan keindahan lingkungan pun
menjadi berkurang. Bayangkan, karena kebiasaan kurang baik yang dilakukan
secara kolektif ini, mengakibatkan Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara
tercinta harus menyewa 50 truk sampah jenis compactor untuk
mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantar Gebang, Bekasi
dengan anggaran mencapai Rp13,8 miliar per
tahun. Sementara anggaran total untuk Dinas Kebersihan DKI Jakarta untuk tahun
2012 ini saja mencapai Rp 1,09 Triliun, hal
ini hanya untuk menangani permasalahan sampah yang dibuang dan diproduksi oleh
masyarakat ibu kota DKI Jakarta dalam kurun satu tahun saja. Uang yang sangat
banyak ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk program-program yang mengena bagi
rakyat, pendidikan dan kesehatan misalnya.
Kedua, mereduksinya nilai-nilai kemanusian, dalam hal ini
rasa toleransi dan saling menghargai antar sesama. Bila kita simak isi papan
peringatan tersebut, hanya karena membuang sampah tidak pada tempatnya,
siapapun pelakunya, bila tertangkap tangan akan menerima konsekuensi ‘digebukin’
(dipukuli, – pen), sangat miris
rasanya apabila kita menyaksikan hal tersebut.
Jika
demikian adanya, apa solusi yang bisa ditawarkan atas kedua masalah tersebut?
Mungkin ini sedikit solusi yang bisa penulis sarankan ;
1. Berikan
pendidikan (edukasi) kepada masyarakat, agar masyarakat menjadi lebih bijak
dalam mengelola lingkungannya, peduli akan hidup sehat dan bersih, memahami
konsep 3 M atau 3 R Mengurangi
(Reduce), Menggunakan Kembali (Reuse) dan Mendaur Ulang Sampah (Recycle), bisa
memilah antara sampah kering dan sampah basah yang bisa diolah kembali,
mengajarkan untuk membuat pupuk kompos/organik.
2. Agar
kita secara individu mengaplikasikan hidup memberi dan berempati dalam
kehidupan sehari-hari. Asahlah sensitifitas batin dan bukan menjadikan pola
hidup bertoleransi sekedar jargon dan pemanis mulut belaka. Cobalah untuk ikut
serta dan pro aktif dalam gerakan kemanusian dan cinta lingkungan hidup seperti
; ikut menjadi donor darah tetap PMI, atau menjadi anggota Satuan Siaga Bencana
(SATGANA), ikut kegiatan daur ulang Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia, menjadi
donatur Dompet Dhuafa, Relawan Rumah Zakat Indonesia dan lain sebagainya.
Demikianlah
semoga artikel ini bisa menginspirasi dan bermanfaat bagi para pembaca sekalian
di mana pun Anda berada. Salam Sukses Salam Pembelajar
*)
Penulis adalah pengasuh blog di www.visionerpd.blogspot.com
Comments
Post a Comment